Jumat, 29 Desember 2023
Jumat, 22 Desember 2023
Politik Hukum Pidana [22-12-23]
Dalam konteks pembaharuan hukum pidana, terdapat beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan. Berikut adalah beberapa poin penting terkait Politik Hukum Pidana dalam hal pembaharuan hukum pidana:
- Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengatur perbuatan yang dilarang dan mengancam dengan sanksi pidana bagi pelakunya . Hukum pidana mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum .
- Pembaharuan hukum pidana adalah proses perubahan dan penyesuaian hukum pidana dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhan zaman. Pembaharuan ini dapat dilakukan melalui revisi peraturan perundang-undangan yang ada atau dengan membuat undang-undang baru.
- Asas legalitas adalah prinsip hukum yang menyatakan bahwa tidak ada tindakan pidana kecuali telah diatur dalam undang-undang yang berlaku sebelumnya. Dalam pembaharuan hukum pidana, asas legalitas menjadi penting untuk memastikan bahwa perubahan hukum pidana dilakukan secara jelas dan sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku .
- Pembaharuan hukum pidana dapat dilakukan dengan melakukan perubahan secara materiil atau substantif. Perubahan ini melibatkan perubahan dalam rumusan pasal-pasal hukum pidana, termasuk definisi perbuatan pidana, ancaman pidana, dan sanksi pidana yang diberikan .
- Pembaharuan hukum pidana melibatkan proses politik dalam pengambilan keputusan. Proses ini melibatkan partisipasi berbagai pihak, seperti pemerintah, lembaga legislatif, akademisi, praktisi hukum, dan masyarakat umum. Tujuan dari proses politik ini adalah untuk mencapai konsensus dalam pembuatan dan perubahan hukum pidana.
- Dalam pembaharuan hukum pidana, penting untuk mempertimbangkan aspek sosial dan kepentingan masyarakat. Pertimbangan ini meliputi perlindungan hak asasi manusia, keadilan, efektivitas penegakan hukum, dan kebutuhan masyarakat dalam menghadapi perkembangan sosial dan teknologi.
Pembaharuan hukum pidana merupakan proses yang kompleks dan membutuhkan keterlibatan berbagai pihak. Tujuannya adalah untuk menciptakan hukum pidana yang lebih efektif, adil, dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhan zaman.
Dalam politik hukum pidana, terdapat beberapa konsep baru yang perlu diperhatikan dalam pembaharuan hukum pidana. Berikut adalah beberapa konsep baru yang relevan:
- Konsep baru dalam politik hukum pidana adalah pentingnya peraturan perundang-undangan yang jelas dan terkini. Peraturan perundang-undangan ini mencakup undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan daerah yang mengatur perbuatan yang melanggar hukum pidana .
- Dalam pembaharuan hukum pidana, penting untuk mempertimbangkan aspek sosial dan kepentingan masyarakat. Pertimbangan ini meliputi perlindungan hak asasi manusia, keadilan, efektivitas penegakan hukum, dan kebutuhan masyarakat dalam menghadapi perkembangan sosial dan teknologi.
- Asas legalitas adalah prinsip hukum yang menyatakan bahwa tidak ada tindakan pidana kecuali telah diatur dalam undang-undang yang berlaku sebelumnya. Dalam pembaharuan hukum pidana, asas legalitas menjadi penting untuk memastikan bahwa perubahan hukum pidana dilakukan secara jelas dan sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku .
- Konsep baru dalam politik hukum pidana adalah pengaruh kriminologi dalam memahami penyebab seseorang melakukan tindakan pidana. Kriminologi mempelajari faktor-faktor sosial, psikologis, dan ekonomi yang mempengaruhi perilaku kriminal, sehingga dapat membantu dalam pembuatan kebijakan hukum pidana yang lebih efektif .
- Konsep baru dalam politik hukum pidana adalah pentingnya pemidanaan yang adil. Hal ini melibatkan pertimbangan hakim dalam menentukan sanksi pidana yang sesuai dengan kejahatan yang dilakukan, dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti bentuk kesalahan pelaku, motif dan tujuan tindak pidana, serta sikap dan tindakan pelaku setelah melakukan tindak pidana .
Penting untuk dicatat bahwa konsep-konsep baru dalam politik hukum pidana terus berkembang seiring dengan perubahan sosial, teknologi, dan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, pembaharuan hukum pidana harus terus mengikuti perkembangan tersebut untuk menciptakan hukum pidana yang lebih efektif dan adil.
Photo by Andrea Piacquadio
Sabtu, 02 Desember 2023
Hukum Adat [02-12-23]
Istilah Adat
Istilah “adat”, berasal dari “adab” (bahasa Arab), pertama dipergunakan oleh kalangan Islam untuk menunjuk kepada aturan kebiasaan yang selama ini telah ada dan untuk membedakannya dengan hukum yang bersumber dari agama (hukum syariah).
Masing-masing daerah di Indonesia, memiliki istilah tersendiri, untuk menyebut adat, seperti:
Aceh: Odot.
Lampung: Hadat.
Jawa Tengah/Timur: Ngadat.
Batak: Basa/Bicara.
Minangkabau: Adat Lembago.
Dayak: Mapupuh.
Bali: kerta, pala kerta, dresta, catur dresta, sima,tata krama, tata loka cara, awi-awig, perarem, geguwat, dll.
Istilah Hukum Adat
Istilah “hukum adat”, pertama kali diperkenalkan oleh C. Snouck Hurgronje, dengan nama “Adat Recht”, dalam bukunya “De Atjehers”, yang terbit pada tahun 1892. Selanjutnya istilah ini dipergunakan dan dipopulerkan oleh Van Vollenhoven.
Istilah tersebut sebenarnya untuk menyebut sistem pengendalian sosial (social control) yang tumbuh dan hidup di Indonesia. Adat recht adalah istilah yang paling mendekati untuk menyebut sistem pengendalian sosial yang hidup di Indonesia.
Resmi menjadi istilah yuridis tahun 1929 seperti tercantum dalam Indische Staatsregeling/I.S (1929) Pasal 134 ayat 2, baru dipergunakan istilah “hukum adat” (adattrecht).
Istilah Adat dan Hukum Adat
Memperhatikan pengertian hukum adat di atas dapat diketahui bahwa perbedaan “adat” dan “hukum adat”, merupakan konsepsi pemikiran para pemerhati/peneliti hukum adat/ahli hukum Barat.
Pengertian “adat” dan “hukum adat” dibedakan berdasarkan sanksinya. Sanksi dalam “hukum adat” jelas/tegas, tidak demikian halnya dengan sanksi dalam “adat”.
Dalam kehidupan masyarakat hukum adat di Hindia Belanda (khususnya di Bali) kedua istilah itu dianggap sama.
Di Bali: awig-awig, perarem, geguat, kerta, pala kerta, dresta, catur dresta, sima, tata krama, tata loka cara, dll, pada awalnya dianggap sama.
Pengertian Hukum Adat
Van Vollenhoven: hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan – peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda dahulu atau alat – ala kekuasaan lainnya yang menjadi sendinya dan diadakan sendiri oleh kekuasaan Belanda dahulu.
Ter Haar: hukum adat lahir dari dan dipelihara oleh keputusan – keputusan, keputusan – keputusan para warga masyarkat hukum, terutama keputusan berwibawa dari kepala – kepala rakyat yang membantu pelaksanaan pernuatan hukum.
Soepomo: hukum adat adalah sebagai hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan – peraturan legislatif (unstatutory law), meliputi peraturan hidup yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib toh ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.
Sukanto: hukum adat adalah sebagai kompleks adat – adat yang kebanyakan tidak dikitabkan, tidak dikodifikasi dan bersifat paksaan, mempunyai sanksi, mempunyai akibat hukum.
Hasil seminar hukum adat dan pembinaan hukum nasional tanggal 15 s/d 17 Januari 1975 di Yogyakarta sebagai berikut : “hukum adat adalah hukum Indonesia asli yang tidak tetulis dalam bentuk perundang-undangan Republik Indonesia, yang sana sini mengandung unsu agama.
Adat dan Hukum Adat Masih Perlukah pada Zaman Now?
Saya berpendapat masih tetap perlu diketahui, dimengerti, dipahami, dan diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat zaman now. Berikut beberapa alasannya.
Alasan Sosiologis: masih ada dan masih dihormati (ditaati) oleh masyarakatnya. Lebih-lebih lagi untuk di Bali. Dalam banyak hal, hukum adat Bali masih berlaku. Beberapa contoh, perkawinan, tanah, waris, dll.
Alasan Yuridis: ada landasan yuridis yang jelas mengenai keberadaan hukum adat.
Alasan Filosofis: sejalan dengan pandangan hidup masyarakat dan Pancasila sebagai pandangan hukum bangsa Indonesia.
Alasan Yuridis
UUD 1945 (Sebelum Amendemen)
Pasal II Aturan Peralihan
Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini.
Penjelasan UUD 1945
II. Dalam teritoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfberturende landschappen dan voksgemeeschappen, seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di Minangkau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah ini mempunyai susunan asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.
Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara mengenai daerah-daerah itu akan mengikuti hak-hak asal usul daerah tersebut.
UUD NRI 1945 (Sesudah Amendemen)
Pasal 18B ayat (2)
(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan ungang-undang.
(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indodnesia, yang diatur dalam undang-undang.
Pasal 28I ayat (3)
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. **)
Pasal 32
Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. ****)
Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. ****)
UU Nomor 1 Tahun 2023 Tentang KUHP
Pasal 1
(1) Tidak ada satu perbuatan pun yang dapat dikenai sanksi pidana dan/atau tindakan, kecuali atas kekuatan peraturan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan.
(2) Dalarn menetapkan adanya tindak pidana dilarang digunakan analogi.
Pasal 2
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (l) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini.
(2) Hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang ini dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hak asasi manusia, dan asas hukum umum yang diakui masyarakat bangsa-bangsa.
(3) Ketentuan mengenai tata cara dan kriteria penetapan hukum yang hidup dalam masyarakat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
UU Nomor 1 Tahun 2023 Tentang KUHP
Pasal 1
(1) Tidak ada satu perbuatan pun yang dapat dikenai sanksi pidana dan/atau tindakan, kecuali atas kekuatan peraturan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan.
(2) Dalarn menetapkan adanya tindak pidana dilarang digunakan analogi.
Pasal 2
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (l) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini.
(2) Hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang ini dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hak asasi manusia, dan asas hukum umum yang diakui masyarakat bangsa-bangsa.
(3) Ketentuan mengenai tata cara dan kriteria penetapan hukum yang hidup dalam masyarakat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 64
Pidana terdiri atas:
a. pidana pokok;
b. pidana tambahan; dan
c. pidana yang bersifat khusus untuk tindak pidana tertentu yang ditentukan dalam Undang-Undang.
Pasal 65
(1) Pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf a terdiri atas:
a. pidana penjara;
b. pidana tutupan;
c. pidana pengawasan;
d. pidana denda; dan
e. pidana kerja sosial.
(2) Urutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menentukan berat atau ringannya pidana.
Pasal 66
(1) Pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf b terdiri atas:
a. pencabutan hak tertentu;
b. perampasan barang tertentu dan/atau tagihan;
c. pengumuman putusan hakim;
d. pembayaran ganti rugi;
e. pencabutan izin tertentu; dan
f. pemenuhan kewajiban adat setempat.
(2) Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dapat dikenakan dalam hal penjatuhan pidana pokok saja tidak cukup untuk mencapai tujuan pemidanaan.
(3) Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhkan 1 (satu) jenis atau lebih.
(4) Pidana tambahan untuk percobaan dan pembantuan sama dengan pidana tambahan untuk tindak pidananya.
(5) Pidana tambahan bagi anggota Tentara Nasional Indonesia yang melakukan tindak pidana dalam perkara koneksitas dikenakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Tentara Nasional Indonesia.
Pasal 96
(1) Pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat setempat diutamakan jika tindak pidana yang dilakukan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
(2) Pemenuhan kewajiban adat setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sebanding dengan pidana denda kategori II.
Pasal 79
(l) Pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan:
a. kategori I, Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah);
b. kategori II, Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);
c. kategori III, Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
d. kategori IV, Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
e. kategori V, Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
f. kategori VI, Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);
g. kategori VII, Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan
h. kategori VIII, Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
(2) Dalam hal terjadi perubahan nilai uang, ketentuan besarnya pidana denda ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Strategi Belajar/Memahami Hukum Adat
Van Vollenhoven[1] dalam orasinya pada tanggal. 2 Oktober 1901 mengemukakan bahwa untuk mengetahui dan memahami hokum adat, “….maka adalah terutama perlu diselidiki buat waktu apabilapun dan di daerah manapun juga bisa, sifat dan susunan badan-badan persekutuan hukum, dimana orang-orang yang dikuasai oleh hukum itu, hidup sehari-hari. Paling terasa gunanya mempelajari masyarakat adat itu, jikalau kita hendak memahami segala hubungan hukum dan tindakan hukum dibidang perkawinan menurut adat, dibidang pertalian sanak (keluarga) menurut adat dan dibidang waris menurut adat” (Soepomo, 1977: 41; Bushar Muhammad, 1994: 21).
[1] Seperti halnya V.E. Korn, Van Vollenoven (gurunya Ter Haar), juga seorang intelektual berkebangsaan Belanda, yang pernah mengadakan penelitian kepustakaan tentang hukum adat di Indonesia, dan berhasil menjadikan hukum adat sebagai mata kuliah yang berdiri sendiri di Universitas Leiden, Belanda. Oleh karena itu, Van Vollenoven dijuluki “Bapak Hukum Adat Indonesia”.
Istilah Adat dan Hukum Adat Bali
Ada dua jenis masyarakat hukum adat yang paling dikenal di Bali, yaitu: “desa adat” dan “subak”.
Telah dikemukakan bahwa dalam kehidupan masyarakat hukum adat di Bali (desa adat dan subak) pada awalnya istilah “adat” dan “hukum adat” dianggap sama, walaupun disebut dengan berbagai istilah, seperti: awig-awig, perarem, geguat, kerta, pala kerta, dresta, catur dresta, sima, tata krama, tata loka cara, dll, pada awalnya dianggap sama.
Sejalan dengan perkembangan zaman, istilah-istilah itu mengalami perubahan, semakin mengerucut menjadi “hukum adat Bali”, “awig-awig” dan “perarem” . Muncul juga istilah “desa mawacara” dan “Bali mawacara”.
Perubahan lainnya: “adat” dan “hukum adat Bali” pada akhirnya juga dibedakan berdasarkan sanksi yang menyertai mengikuti konsepsi pemikiran para pemerhati/peneliti hukum adat/ahli hukum Barat. Sanksi dalam “hukum adat Bali” jelas/tegas, tidak demikian halnya dengan sanksi dalam “adat Bali”.
Ketentuan “adat” dan “hukum adat Bali” yang sebelumnya lebih banyak tidak tertulis, sekarang diusahakan lebih banyak tertulis.
Dosen pengajar:
Prof. Dr. Wayan P. Windia
Jumat, 24 November 2023
Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi [24-11-23]
Peran hukum dalam pembangunan ekonomi sangat penting dan mencakup beberapa aspek kunci: 1. Perlindungan Hak Kekayaan dan Kontrak: Hukum memberikan kerangka kerja yang jelas dan terpercaya untuk melindungi hak kepemilikan, hak kekayaan intelektual, dan kontrak. Hal ini mendorong investasi dan inovasi dengan memberikan keyakinan kepada pelaku ekonomi bahwa hak-hak mereka akan dilindungi dan kontrak akan ditegakkan secara adil. 2. Regulasi dan Stabilitas: Hukum menyediakan regulasi yang membentuk kerangka kerja bagi bisnis. Regulasi yang tepat dan konsisten membantu mencegah monopoli, memastikan persaingan yang sehat, dan menciptakan lingkungan yang stabil untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang. 3. Penyelesaian Sengketa: Hukum menyediakan mekanisme untuk menyelesaikan sengketa dengan cara yang adil dan terstruktur. Sistem hukum yang efektif membantu mengurangi ketidakpastian dan risiko, memungkinkan pelaku ekonomi untuk berinvestasi tanpa khawatir terhadap konflik yang tidak terselesaikan.
Dosen pengajar:
Dr. Anak Agung Gede Agung Indra Prathama, S.H., M.H.
4. Pemajuan Inklusivitas Ekonomi: Hukum dapat menjadi alat untuk memastikan bahwa perkembangan ekonomi tidak hanya menguntungkan segelintir orang atau kelompok tertentu, tetapi juga menciptakan kesempatan yang lebih luas bagi seluruh masyarakat. Ini termasuk keadilan distributif, perlindungan terhadap eksploitasi, dan penegakan regulasi yang mengarah pada pertumbuhan inklusif. 5. Investasi dan Kepercayaan Investor: Hukum yang konsisten, transparan, dan efektif memainkan peran penting dalam menarik investasi. Investor cenderung lebih nyaman berinvestasi dalam lingkungan yang memiliki sistem hukum yang kuat dan dapat diandalkan. 6. Pematuhan Atas Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial: Hukum juga berperan dalam mendorong perilaku bisnis yang etis dan bertanggung jawab secara sosial. Melalui regulasi dan penegakan hukum, praktik-praktik yang merugikan masyarakat atau lingkungan dapat dicegah atau ditekan. Dengan memainkan peran ini, hukum menjadi dasar yang memungkinkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, adil, dan terstruktur. Itu membuat lingkungan di mana bisnis bisa berkembang, inovasi didorong, dan masyarakat dapat menikmati manfaat dari pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Photo by Tranmautritam
Selasa, 21 November 2023
Uji Kelayakan Proposal Penelitian Tesis [22-11-23]
Proposal Tesis adalah tulisan yang berisi rancangan atau rencana penelitian yang sesuai dengan kaidah-kaidah metodologi dan penulisan ilmiah untuk memperoleh gelar akademik jenjang magister.
Bagian utama atau tubuh tesis terdiri dari beberapa bab, yaitu: Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metoda Penelitian, Hasil Penelitian dan Pembahasan, dan Simpulan, Keterbatasan, dan Implikasi.
Sidang proposal tesis ini merupakan kegiatan kajian ilmiah, yang berisi uji kelayakan, verifikasi, penajaman permasalahan dan metodologi terhadap proposal tesis yang diajukan.
Sidang uji kelayakan proposal tesis adalah tahap penting dalam proses penelitian tesis. Ini adalah pertemuan di mana mahasiswa yang sedang menyelesaikan program pascasarjana harus mempertahankan rencana penelitian mereka di hadapan panel penguji. Tujuan utamanya adalah untuk menunjukkan bahwa proposal tesis mereka layak untuk dilaksanakan sebagai proyek penelitian yang serius dan dapat memberikan kontribusi pada bidang studi yang relevan. Panel penguji biasanya terdiri dari dosen-dosen atau pakar di bidang yang berkaitan dengan topik tesis tersebut.
Dosen Penguji:
Dr. Cokorde Istri Dian Laksmi Dewi, S.H., M.H. Dr. Karyoto, S.H., M.H., M.M.
Selama sidang uji kelayakan, mahasiswa akan menjelaskan latar belakang penelitian, tujuan, pertanyaan penelitian, metodologi yang akan digunakan, dan tinjauan pustaka yang mendukung rencana penelitian mereka. Penguji akan memberikan pertanyaan, masukan, atau kritik terhadap proposal tersebut. Hasil dari sidang ini bisa berupa persetujuan, saran perbaikan, atau bahkan penolakan jika proposal tidak memenuhi standar yang ditetapkan oleh program atau lembaga pendidikan terkait.
Photo by Sora Shimazaki
Jumat, 17 November 2023
Peran Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi [17-11-23]
Perlindungan Hak dan Kepemilikan
Hukum memberikan perlindungan terhadap hak milik, hak kekayaan intelektual, kontrak, dan hak asasi lainnya. Hal ini penting untuk menciptakan kepastian hukum bagi individu, perusahaan, dan investor sehingga mereka merasa aman dalam berinvestasi dan berusaha.
Regulasi Ekonomi
Hukum mengatur aktivitas ekonomi melalui regulasi yang membatasi monopoli, mencegah praktik bisnis yang tidak adil, serta menetapkan standar keselamatan dan lingkungan yang harus dipatuhi oleh perusahaan.
Pembangunan Infrastruktur Hukum
Sistem hukum yang kuat dan efisien diperlukan untuk memastikan penegakan hukum yang adil, akses terhadap peradilan yang cepat, serta penyelesaian sengketa yang efektif. Hal ini memberikan kepastian bagi pelaku ekonomi dalam menyelesaikan konflik bisnis.
Pendorong Inovasi dan Pertumbuhan
Hukum dapat mendorong inovasi melalui perlindungan hak kekayaan intelektual, yaitu dengan memberikan insentif kepada individu atau perusahaan untuk menciptakan dan mengembangkan ide baru.
Pengaturan Pasar Keuangan
Hukum mengatur pasar keuangan untuk memastikan transparansi, integritas, dan stabilitas dalam aktivitas keuangan. Ini membantu mengurangi risiko kegagalan pasar dan krisis keuangan.
Pemajuan Keadilan Sosial
Hukum juga dapat digunakan untuk memperjuangkan keadilan sosial, memastikan distribusi kekayaan yang lebih adil, dan memberikan kesempatan ekonomi kepada semua lapisan masyarakat.
Dengan memiliki kerangka hukum yang kuat dan berfungsi baik, sebuah negara dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, investasi yang berkelanjutan, serta pembangunan yang inklusif bagi seluruh masyarakat.
Ilmu hukum memengaruhi pembangunan kehidupan ekonomi melalui beberapa konsep utama yang menjadi dasar dalam konteks hukum ekonomi. Berikut enam konsep tersebut:
1. Kepastian Hukum (Legal Certainty)
Kepastian hukum adalah konsep yang menekankan bahwa hukum harus jelas, stabil, dan dapat diprediksi. Dalam konteks ekonomi, kepastian hukum memastikan bahwa aturan yang mengatur kontrak, kepemilikan, investasi, dan bisnis lainnya dapat dipahami dan diandalkan. Hal ini penting bagi pelaku ekonomi agar bisa merencanakan kegiatan ekonomi mereka dengan keyakinan atas keamanan hukum.
2. Perlindungan Hak Kekayaan (Property Rights)
Konsep ini menekankan perlunya perlindungan hukum terhadap hak milik dan hak kekayaan intelektual individu atau perusahaan. Dengan hak kekayaan yang dilindungi, individu atau perusahaan merasa aman dalam berinvestasi, mengembangkan produk, dan menciptakan inovasi, yang pada gilirannya mendukung pertumbuhan ekonomi.
3. Keadilan dalam Distribusi (Fairness in Distribution)
Hukum ekonomi juga membahas bagaimana kekayaan, sumber daya, dan hasil ekonomi didistribusikan secara adil di dalam masyarakat. Prinsip keadilan ini berpengaruh pada regulasi pajak, subsidi, kebijakan redistribusi, dan program-program sosial lainnya yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan ekonomi yang lebih merata.
4. Pasar Bebas (Free Markets)
Konsep pasar bebas dalam hukum ekonomi menekankan pentingnya persaingan yang sehat dan minim intervensi pemerintah dalam mekanisme pasar. Namun, regulasi diperlukan untuk mencegah monopoli, praktek bisnis yang tidak adil, dan kegagalan pasar yang bisa merugikan konsumen atau masyarakat.
5. Keharmonisan Hukum (Legal Harmony)
Konsep ini menekankan bahwa hukum-hukum yang terkait dalam konteks ekonomi haruslah konsisten dan harmonis satu sama lain. Ini berarti hukum-hukum yang berbeda, seperti hukum kontrak, hukum perusahaan, dan hukum pajak, harus saling mendukung dan tidak bertentangan.
6. Efisiensi Hukum (Legal Efficiency)
Konsep ini berfokus pada penggunaan hukum dengan cara yang paling efisien dan efektif dalam mencapai tujuan ekonomi tertentu. Hal ini berkaitan dengan bagaimana hukum diterapkan, bagaimana proses hukum berlangsung, serta bagaimana hukum memberikan solusi yang tepat dalam menyelesaikan sengketa ekonomi.
Keenam konsep ini saling terkait dan memainkan peran penting dalam membentuk kerangka hukum yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan ekonomi yang berkelanjutan dan seimbang.
Terdapat beberapa unsur yang perlu dikembangkan agar tidak menghambat pertumbuhan ekonomi. Ini termasuk:
1. Kestabilan Politik dan Hukum Kestabilan politik: Ketidakpastian politik sering kali mengganggu kegiatan bisnis dan investasi. Membangun stabilitas politik yang kuat dan konsisten membantu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Kepastian hukum: Sistem hukum yang jelas, stabil, dan dapat diprediksi memberikan keyakinan kepada pelaku ekonomi bahwa kontrak akan ditepati dan hak-hak mereka akan dilindungi. Ini mendorong investasi dan kegiatan bisnis yang lebih besar. 2. Infrastruktur yang Kuat Jaringan transportasi dan komunikasi: Infrastruktur yang baik meningkatkan efisiensi dalam distribusi barang dan layanan, mengurangi biaya logistik, dan memperluas akses pasar. Energi dan teknologi: Akses yang andal dan terjangkau terhadap energi bersih dan teknologi canggih memungkinkan inovasi dan produktivitas yang lebih besar dalam berbagai sektor ekonomi. 3. Pendidikan dan Keterampilan Pendidikan yang berkualitas: Investasi dalam pendidikan memberikan keahlian dan pengetahuan yang diperlukan bagi angkatan kerja untuk beradaptasi dengan perubahan teknologi dan permintaan pasar. Pelatihan dan pengembangan keterampilan: Program pelatihan yang efektif membantu meningkatkan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri dan mempersiapkan tenaga kerja untuk bekerja dalam sektor-sektor yang berkembang. 4. Regulasi yang Seimbang Lingkungan regulasi yang kondusif: Regulasi yang cerdas dan seimbang diperlukan untuk memastikan perlindungan terhadap kepentingan masyarakat dan lingkungan sambil tetap mendukung inovasi dan pertumbuhan bisnis. Ketidakbuntuan birokrasi: Proses birokrasi yang berlebihan dan lambat dapat menghambat kemampuan bisnis untuk bergerak dengan cepat. Memangkas birokrasi yang tidak perlu dapat meningkatkan efisiensi. 5. Kemitraan Publik-Swasta yang Kuat Kerjasama antara sektor publik dan swasta: Kolaborasi yang efektif antara pemerintah, perusahaan, dan lembaga non-pemerintah dapat menghasilkan inisiatif bersama untuk pembangunan infrastruktur, peningkatan keterampilan, dan inovasi teknologi.
Investasi swasta yang diarahkan pada pembangunan: Dorongan bagi sektor swasta untuk berinvestasi dalam proyek-proyek yang mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang, seperti infrastruktur, penelitian, dan pengembangan. Dengan mengembangkan dan memperkuat unsur-unsur ini, sebuah negara dapat menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif bagi masyarakatnya. Hukum ekonomi dan hukum bisnis adalah dua bidang hukum yang berbeda namun saling terkait dalam konteks ekonomi dan bisnis. Berikut perbedaan antara keduanya: Hukum Ekonomi Definisi: Hukum ekonomi mencakup serangkaian aturan hukum dan regulasi yang mengatur aktivitas ekonomi dalam suatu negara atau wilayah. Fokus utamanya adalah pada aspek-aspek ekonomi dalam kehidupan sosial, termasuk regulasi pasar, kebijakan fiskal, kebijakan moneter, dan keadilan distribusi ekonomi. Cakupan Topik: Regulasi Pasar: Meliputi undang-undang antitrust untuk mencegah monopoli, regulasi harga, dan undang-undang perlindungan konsumen. Kebijakan Fiskal dan Moneter: Melibatkan peraturan-peraturan terkait pajak, pengeluaran pemerintah, kebijakan uang, dan kebijakan bank sentral. Keadilan Distribusi: Menyelidiki cara untuk mencapai distribusi yang lebih adil dalam kekayaan dan sumber daya.\
Hukum Bisnis
Definisi: Hukum bisnis berkaitan dengan aturan hukum yang mengatur interaksi dan transaksi antara individu, perusahaan, dan entitas bisnis lainnya. Fokusnya lebih terbatas pada transaksi komersial, pembentukan perusahaan, kontrak, dan tanggung jawab bisnis.
Cakupan Topik:
Bentuk-Bentuk Bisnis: Termasuk hukum perusahaan, seperti pembentukan perusahaan, kepemilikan, manajemen, dan tanggung jawab hukum perusahaan.
Kontrak: Mengatur pembuatan, interpretasi, dan pelaksanaan kontrak antara pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan bisnis.
Tanggung Jawab Bisnis: Termasuk aspek hukum terkait tanggung jawab sosial perusahaan, kewajiban terhadap karyawan, lingkungan, dan masyarakat.
Perbedaan Utama: Cakupan Topik: Hukum ekonomi lebih luas, mencakup aspek regulasi ekonomi dan kebijakan pemerintah yang lebih besar, sementara hukum bisnis lebih fokus pada transaksi bisnis dan aspek hukum yang berkaitan dengan entitas bisnis. Fokus dan Tujuan: Hukum ekonomi bertujuan untuk mengatur dan mengendalikan aktivitas ekonomi dalam masyarakat, sementara hukum bisnis lebih berfokus pada pengaturan interaksi bisnis dan hak-hak pihak terlibat dalam transaksi bisnis. Meskipun terdapat perbedaan dalam cakupan dan fokusnya, kedua bidang hukum ini saling terkait dan saling memengaruhi. Hukum bisnis sering kali menjadi bagian dari kerangka hukum ekonomi yang lebih luas.
Foto oleh Oladimeji Ajegbile
Senin, 13 November 2023
Hukum Adat [11-11-23]
Hukum adat merujuk pada seperangkat norma-norma, nilai-nilai, dan aturan-aturan yang diterapkan dan dihormati oleh suatu masyarakat atau kelompok tertentu. Hukum adat umumnya tumbuh dan berkembang dalam suatu komunitas sepanjang waktu dan mencerminkan nilai-nilai, tradisi, dan norma-norma budaya masyarakat tersebut.
Berbeda dengan hukum positif atau hukum formal yang dihasilkan melalui proses legislatif atau sistem perundang-undangan tertentu, hukum adat bersifat tidak tertulis dan sering kali ditransmisikan secara lisan atau melalui praktek-praktek tradisional. Hukum adat cenderung mencakup aspek-aspek kehidupan sehari-hari, seperti pernikahan, warisan, pertanian, dan hubungan sosial.
Setiap kelompok etnis atau komunitas memiliki hukum adatnya sendiri yang unik dan berbeda-beda. Meskipun demikian, hukum adat sering kali menjadi bagian integral dari identitas budaya suatu kelompok dan dapat berperan dalam menjaga keseimbangan sosial dan harmoni di dalam masyarakat tersebut.
Penting untuk dicatat bahwa di banyak negara, hukum adat dapat berdampingan atau bersentuhan dengan hukum nasional atau hukum formal. Pada beberapa kasus, hukum adat diakui oleh negara dan diintegrasikan ke dalam sistem hukum nasional, sedangkan pada kasus lain, mungkin terdapat ketegangan atau konflik antara hukum adat dan hukum nasional.
Hukum adat memiliki ciri-ciri, sifat, dan corak tertentu yang membedakannya dari hukum formal atau hukum positif. Namun, perlu diingat bahwa ciri-ciri ini dapat bervariasi di antara masyarakat adat yang berbeda. Berikut adalah beberapa ciri umum hukum adat:
- Tidak Tertulis: Hukum adat umumnya tidak tertulis. Aturan dan norma-norma ini sering kali disampaikan melalui tradisi lisan, ritual, dan praktik-praktik budaya. Ketergantungan pada lisanitas dapat membuat hukum adat lebih fleksibel dan dapat beradaptasi dengan perubahan dalam masyarakat.
- Tradisional dan Kultural: Hukum adat mencerminkan nilai-nilai, norma-norma, dan tradisi budaya suatu kelompok masyarakat. Ini mencakup aspek-aspek seperti adat istiadat, upacara keagamaan, dan sistem nilai yang dipegang oleh komunitas tersebut.
- Bertumpu pada Komunitas: Hukum adat lebih fokus pada kebutuhan dan nilai-nilai komunitas daripada pada individu. Prinsip-prinsip kebersamaan, solidaritas, dan keseimbangan sosial sering kali menjadi dasar hukum adat.
- Elastis dan Dinamis: Hukum adat cenderung bersifat elastis dan dapat beradaptasi dengan perubahan dalam masyarakat. Ini bisa tercermin dalam proses-proses konsultasi atau musyawarah yang melibatkan tokoh-tokoh adat atau komunitas dalam membuat keputusan atau menyelesaikan konflik.
- Penyelenggaraan Oleh Otoritas Adat: Penegakan hukum adat sering kali dilakukan oleh otoritas adat atau tokoh-tokoh yang dihormati dalam masyarakat. Mereka dapat menjadi mediator dalam menyelesaikan konflik, menentukan sanksi, atau menjalankan fungsi-fungsi hukum adat lainnya.
- Melibatkan Ritual dan Simbolisme: Hukum adat sering kali terkait erat dengan ritual dan simbolisme budaya. Keputusan hukum adat dapat diiringi oleh upacara-upacara tertentu atau tindakan-tindakan simbolis yang memiliki makna dalam konteks budaya masyarakat tersebut.
- Pengaturan Urusan Internal: Hukum adat cenderung mengatur urusan internal suatu komunitas, seperti pernikahan, warisan, dan konflik interpersonal. Hukum adat mungkin kurang terlibat dalam pengaturan urusan eksternal yang berkaitan dengan negara atau pihak ketiga.
Perlu dicatat bahwa dengan adanya globalisasi dan interaksi antarbudaya, beberapa masyarakat adat dapat mengalami perubahan dalam struktur hukum adat mereka. Dalam beberapa kasus, hukum adat dapat berinteraksi atau bahkan bertentangan dengan hukum nasional atau sistem hukum lainnya.
Di Indonesia, hukum adat diatur oleh beberapa peraturan perundang-undangan yang mencerminkan pengakuan terhadap keberagaman budaya dan masyarakat adat di negara ini. Beberapa aturan yang mengatur hukum adat di Indonesia antara lain:
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM): Pasal 18 UU HAM mengakui dan menjamin hak masyarakat adat untuk mempertahankan dan mengembangkan budaya mereka. Hal ini mencakup hak atas tanah adat dan sumber daya alam yang dimanfaatkan secara tradisional.
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UU Agraria): UU Agraria mengakui hak masyarakat adat atas tanah adat mereka. Meskipun demikian, implementasi hak-hak ini sering kali kompleks dan dapat melibatkan konflik dengan regulasi nasional terkait penggunaan lahan.
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda): UU Pemda memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengakomodasi keberagaman budaya dan hukum adat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah.
- Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan): UU Kehutanan mengakui hak masyarakat adat atas hutan adat mereka dan memberikan landasan hukum untuk pengelolaan hutan berbasis masyarakat.
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda): Pasal 251 UU Pemda memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk melibatkan masyarakat adat dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan pengelolaan sumber daya alam di wilayahnya.
- Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2017 tentang Pendaftaran Tanah (PP Pendaftaran Tanah): PP Pendaftaran Tanah mengatur tentang proses pendaftaran tanah masyarakat adat, yang dapat menjadi langkah untuk mengakui dan melindungi hak tanah masyarakat adat.
- Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 2004 tentang Pengakuan Hukum dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (Keppres 41/2004): Keppres ini memberikan dasar hukum bagi pengakuan hak-hak masyarakat hukum adat dan memberikan landasan untuk perlindungan dan pembinaan masyarakat hukum adat.
- Meskipun ada upaya untuk mengakui hak-hak masyarakat adat dalam perundang-undangan, implementasinya belum selalu berjalan lancar dan sering kali dihadapi oleh berbagai tantangan, termasuk konflik kepentingan dengan pihak lain serta belum optimalnya mekanisme perlindungan hak-hak masyarakat adat.