Dulu sebelum program Keluarga Berencana di canangkan di Peovinsi Bali, biasanya dalam keluarga Bali memiliki anak lebih dari dua orang, umumnya mereka memiliki empat orang anak (Wayan, Made, Nyoman, dan Ketut). Akan tetapi setelah program KB sukses dilaksanakan di Provinsi Bali terjadi perubahan pandangan dalam masyarakat Bali, punya anak dua sudah dianggap cukup, laki perempuan sama saja. Sehingga dewasa ini pasangan suami istri dalam masyarakat Bali kebanyakan hanya memiliki putra dua orang bisa anak laki–laki saja dan juga bisa perempuan saja ke duanya. Bahkan tidak jarang pula pasangan
Hai .. kita kuliah lagi Gaess ... masih seputar Sejarah Hukum .. kali ini kita diskusi tentang Hukum Adat ya Gaess .. salah satunya Hukum Nikah .. Fokus 👀
Dosen Pengajar : Dr. I Gusti Ayu Manik Silvia Dewi, A.Par.,S.H., M.Kn.
Download materi ajar Klik Sini !
.. suami istri hanya memiliki anak hanya satu orang. Bisa anak laki–laki atau hanya anak perempuan saja. Jika dalam satu keluarga hanya memiliki satu anak perempuan, jalan keluar yang dilakukan oleh keluarga ini jika anaknya menikah biasanya memilih bentuk perkawinan nyentana agar keluarganya bisa berkelanjutan. Akan timbul persoalan jika anak perempuan tersebut pacarnya (calon suaminya) adalah berasal dari keluarga yang hanya memiliki satu putra laki-laki, tentu keluarga dan anak laki-laki ini tidak bersedia nyentana ke keluarga calon istrinya, karena keluarga inipun perlu memiliki keturunan guna melanjutkan garis keturunannya. Lalu jalan apa yang harus dilakukan oleh keluarga yang menghaapi persoalan seperti itu? Ketika muncul persoalan seperti itu maka, alternatifnya yang dipilih oleh masayarakat Hindu di Provinsi Bali adalah dilakukan perkawinan Pada Gelahang yaitu perkawinan yang menetapkan status purusa kepada ke dua mempelai.
Dewasa ini terhadap bentuk perkawinan pada gelahang masih terjadi pro kontra dalam masyarakat Bali, baik tetang pelaksanaan maupun implikasi terhadap bentuk pekawinan pada gelahang ini, satu pihak ada yang setuju dengan perkawinan pada gelahang dipihak lain ada yang tidak setuju. Yang setuju menyatakan bahwa perkawinan pada gelahang adalah perkawinan yang dilangsungkan adalah sesuai dengan ajaran Agama Hindu dan Hukum Adat Bali (Windia 2014), dipihak lain yang tidak setuju mengatakan bahwa perkawinan pada gelahang tidak sesuai dengan ajaran Agama Hindu dan hukum Adat Bali. Perkawin pada gelahang adalah perkawinan yang bertentangan
Dengan prinsif-prinsif dasar ajaran Agama Hindu karena mengawinkan antara purusa dengan purusa. Pasal 2 Ayat (1) Undang Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyatakan bahwa perkawinan itu sah jika dilaksanakan menurut hukum Agamanya masing-masing. Umat Hindu harus menggunakan Hukum Hindu dalam perkawinannya. Artinya sahnya pekawinan bagi umat Hindu jika perkawinannya dilakukan tidak bertentangan dengan Hukum Agama Hindu. Pro kontra ini tentu tidak bisa dibiarkan, karena akan membingungkan masyarakat Hindu di Bali terhadap fenomena perkawinan pada gelahang, oleh karena itu perlu dicarai jalan keluarnya. Perkawinan pada gelahang yang secara sosiologis telah dilakukan namun secara filosofis dan yuridis masih banyak keraguan di dalamnya. Oleh karena itu penelitian tentang perkawinan pada gelahang dari persfektif Hukum Hindu perlu dilakukan. Apakah perkawinan pada gelahang sesuai dengan Hukum Hindu atau bertentangan dengan Hukum Hindu?
Sumber tulisan:
diakses pada tanggal 12 November 2022
Foto oleh Pixabay