Media Belajar Bersama ~ Gak ada yang lebih keren dari orang yang mengejar impiannya

Senin, 13 November 2023

Hukum Adat [11-11-23]

Hukum adat merujuk pada seperangkat norma-norma, nilai-nilai, dan aturan-aturan yang diterapkan dan dihormati oleh suatu masyarakat atau kelompok tertentu. Hukum adat umumnya tumbuh dan berkembang dalam suatu komunitas sepanjang waktu dan mencerminkan nilai-nilai, tradisi, dan norma-norma budaya masyarakat tersebut.

Berbeda dengan hukum positif atau hukum formal yang dihasilkan melalui proses legislatif atau sistem perundang-undangan tertentu, hukum adat bersifat tidak tertulis dan sering kali ditransmisikan secara lisan atau melalui praktek-praktek tradisional. Hukum adat cenderung mencakup aspek-aspek kehidupan sehari-hari, seperti pernikahan, warisan, pertanian, dan hubungan sosial.

Setiap kelompok etnis atau komunitas memiliki hukum adatnya sendiri yang unik dan berbeda-beda. Meskipun demikian, hukum adat sering kali menjadi bagian integral dari identitas budaya suatu kelompok dan dapat berperan dalam menjaga keseimbangan sosial dan harmoni di dalam masyarakat tersebut.

Penting untuk dicatat bahwa di banyak negara, hukum adat dapat berdampingan atau bersentuhan dengan hukum nasional atau hukum formal. Pada beberapa kasus, hukum adat diakui oleh negara dan diintegrasikan ke dalam sistem hukum nasional, sedangkan pada kasus lain, mungkin terdapat ketegangan atau konflik antara hukum adat dan hukum nasional.

Hukum adat memiliki ciri-ciri, sifat, dan corak tertentu yang membedakannya dari hukum formal atau hukum positif. Namun, perlu diingat bahwa ciri-ciri ini dapat bervariasi di antara masyarakat adat yang berbeda. Berikut adalah beberapa ciri umum hukum adat:

  1. Tidak Tertulis: Hukum adat umumnya tidak tertulis. Aturan dan norma-norma ini sering kali disampaikan melalui tradisi lisan, ritual, dan praktik-praktik budaya. Ketergantungan pada lisanitas dapat membuat hukum adat lebih fleksibel dan dapat beradaptasi dengan perubahan dalam masyarakat.
  2. Tradisional dan Kultural: Hukum adat mencerminkan nilai-nilai, norma-norma, dan tradisi budaya suatu kelompok masyarakat. Ini mencakup aspek-aspek seperti adat istiadat, upacara keagamaan, dan sistem nilai yang dipegang oleh komunitas tersebut.
  3. Bertumpu pada Komunitas: Hukum adat lebih fokus pada kebutuhan dan nilai-nilai komunitas daripada pada individu. Prinsip-prinsip kebersamaan, solidaritas, dan keseimbangan sosial sering kali menjadi dasar hukum adat.
  4. Elastis dan Dinamis: Hukum adat cenderung bersifat elastis dan dapat beradaptasi dengan perubahan dalam masyarakat. Ini bisa tercermin dalam proses-proses konsultasi atau musyawarah yang melibatkan tokoh-tokoh adat atau komunitas dalam membuat keputusan atau menyelesaikan konflik.
  5. Penyelenggaraan Oleh Otoritas Adat: Penegakan hukum adat sering kali dilakukan oleh otoritas adat atau tokoh-tokoh yang dihormati dalam masyarakat. Mereka dapat menjadi mediator dalam menyelesaikan konflik, menentukan sanksi, atau menjalankan fungsi-fungsi hukum adat lainnya.
  6. Melibatkan Ritual dan Simbolisme: Hukum adat sering kali terkait erat dengan ritual dan simbolisme budaya. Keputusan hukum adat dapat diiringi oleh upacara-upacara tertentu atau tindakan-tindakan simbolis yang memiliki makna dalam konteks budaya masyarakat tersebut.
  7. Pengaturan Urusan Internal: Hukum adat cenderung mengatur urusan internal suatu komunitas, seperti pernikahan, warisan, dan konflik interpersonal. Hukum adat mungkin kurang terlibat dalam pengaturan urusan eksternal yang berkaitan dengan negara atau pihak ketiga.

Perlu dicatat bahwa dengan adanya globalisasi dan interaksi antarbudaya, beberapa masyarakat adat dapat mengalami perubahan dalam struktur hukum adat mereka. Dalam beberapa kasus, hukum adat dapat berinteraksi atau bahkan bertentangan dengan hukum nasional atau sistem hukum lainnya.





Di Indonesia, hukum adat diatur oleh beberapa peraturan perundang-undangan yang mencerminkan pengakuan terhadap keberagaman budaya dan masyarakat adat di negara ini. Beberapa aturan yang mengatur hukum adat di Indonesia antara lain:

  1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM): Pasal 18 UU HAM mengakui dan menjamin hak masyarakat adat untuk mempertahankan dan mengembangkan budaya mereka. Hal ini mencakup hak atas tanah adat dan sumber daya alam yang dimanfaatkan secara tradisional.
  2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UU Agraria): UU Agraria mengakui hak masyarakat adat atas tanah adat mereka. Meskipun demikian, implementasi hak-hak ini sering kali kompleks dan dapat melibatkan konflik dengan regulasi nasional terkait penggunaan lahan.
  3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda): UU Pemda memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengakomodasi keberagaman budaya dan hukum adat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah.
  4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan): UU Kehutanan mengakui hak masyarakat adat atas hutan adat mereka dan memberikan landasan hukum untuk pengelolaan hutan berbasis masyarakat.
  5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda): Pasal 251 UU Pemda memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk melibatkan masyarakat adat dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan pengelolaan sumber daya alam di wilayahnya.
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2017 tentang Pendaftaran Tanah (PP Pendaftaran Tanah): PP Pendaftaran Tanah mengatur tentang proses pendaftaran tanah masyarakat adat, yang dapat menjadi langkah untuk mengakui dan melindungi hak tanah masyarakat adat.
  7. Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 2004 tentang Pengakuan Hukum dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (Keppres 41/2004): Keppres ini memberikan dasar hukum bagi pengakuan hak-hak masyarakat hukum adat dan memberikan landasan untuk perlindungan dan pembinaan masyarakat hukum adat.
  8. Meskipun ada upaya untuk mengakui hak-hak masyarakat adat dalam perundang-undangan, implementasinya belum selalu berjalan lancar dan sering kali dihadapi oleh berbagai tantangan, termasuk konflik kepentingan dengan pihak lain serta belum optimalnya mekanisme perlindungan hak-hak masyarakat adat.

Foto by: olia danilevich
Share:

Jumat, 27 Oktober 2023

Kriminologi dan Victimologi [27-10-23]

Persamaan dan Perbedaan Kriminologi dengan Hukum Pidana

Perlu diketahui masing-masing pengertian dari kriminologi (criminology) dan hukum pidana (criminal law) sebagaimana penjelasan di bawah ini, yaitu sebagai berikut:

Kriminologi (Criminology) 
Secara etimologi kata kriminologi (Hari Saherodji, 1980:9) berasal dari kata crime dan logos. Crime memiliki arti sebagai kejahatan sedangkan logos memiliki arti sebagai ilmu pengetahuan. Kriminologi merupakan suatu disiplin ilmu sosial yang mempelajari kejahatan atau tindak pidana dari sisi sosial atau istilah yang dikenal dengan sebutan non normative discipline. Hal mana dalam kriminologi itu sendiri mempelajari manusia dalam pertentangannya dengan norma-norma sosial tertentu sehingga dapat diketahui gejala-gejala sosial atas kejahatan yang terjadi di lingkungan masyarakat.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kriminologi mencari sebab timbulnya suatu kejahatan. Adapun ruang lingkup kajian kriminologi yang tidak hanya mencari sebab terjadinya kejahatan, akan tetapi memiliki beberapa ruang lingkup yang terdiri dari: 
1.Orang yang melakukan kejahatan; 
2.Penyebab melakukan kejahatan; 
3.Mencegah tindak kejahatan; dan 
4.Cara-cara menyembuhkan orang yang telah melakukan kejahatan. 

Khususnya di negara-negara Anglo Saxon, kriminologi dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yang terdiri dari:
Criminal Biology
Pada bagian ini menyelidiki dalam diri orang itu sendiri akan sebab-sebab dari perbuatannya, baik dalam jasmani maupun rohaninya. 

Criminal Sosiology
Pada bagian ini mencoba mencari sebab-sebab terjadinya kejahatan dalam lingkungan masyarakat tempat di mana pelaku kejahatan tersebut berada. 

Criminal Policy
Pada bagian ini kebijakan atau tindakan-tindakan apa yang sekiranya harus dilakukan agar supaya orang lain tidak berbuat kejahatan.

Pengertian Kriminologi
Secara Etimologi kata kriminologi (Hari Saherodji, 1980: 9) berasal dari kata crime dan logos. Crime jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia berarti kejahatan sedangkan logos jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia berarti ilmu pengetahuan. 

Kriminologi (criminology) mempelajari kejahatan dari segala sudut pandang terkhususnya terhadap kejahatan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Adapun untuk pelaku kejahatan pada kriminologi dibahas dari 2 (dua) segi, yaitu:
1..Penyebab atau motif seseorang melakukan kejahatan; dan
2.  Kategori pelaku kejahatan sebagaimana tipe-tipe penjahat.




Dosen: Dr. Wayan Santoso, SH., MH

Penyebab Seseorang Melakukan Kejahatan
Hal mana untuk mengetahui sebab perilaku menyimpang (tindak kejahatan) dan perilaku dari penjahat ini lebih sering menggunakan aliran kriminologi yang positif. Aliran ini memiliki maksud dan tujuan supaya nantinya sebab dan akibat dari perilaku kejahatan seseorang bisa diketahui dan dibedakan dari berbagai aspek yang dapat dimulai dari:
1.  Aspek Psikologis;
2.  Aspek Sosio-Kultural; dan
3.  Aspek Biologis.

Kategori pelaku kejahatan sebagaimana tipe-tipe penjahat
Adapun kejahatan memiliki ciri dan kriteria perilaku atau perbuatan yang dilakukan dipelajari dari undang-undang hukum pidana. Hal ini diartikan bahwa tindak pidana atau kejahatan merupakan tindakan yang menyimpang dan tidak sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat serta tidak sejalan dengan peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku. 

Kemudian kriminologi juga mempelajari reaksi atau respon masyarakat terhadap kejahatan yang terjadi, hal mana kriminologi mempelajari hal tersebut sebagai salah satu upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan yang timbul di lingkungan masyarakat. 

Adapun kriminologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang objek kajiannya adalah kejahatan yang pada dasarnya merupakan suatu gejala sosial yang timbul dalam kehidupan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut kriminologi dapat dikatakan sebagai suatu disiplin ilmu yang bersifat faktual.

Pengertian Kriminologi berdasarkan Pendapat Para Ahli

Hari Saherodji
Pengertian kriminologi menurut pendapat yang dikemukakan oleh Hari Saherodji (1980:9) menyatakan bahwa kriminologi mengandung pengertian yang sangat luas. Hal tersebut dikatakan sangat luas oleh beliau dikarenakan dalam mempelajari kejahatan tidak dapat lepas dari pengaruh dan sudut pandang yang memandang kriminologi dari sudut perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.

P. Topinard
Kemudian P. Topinard menyatakan pendapatnya bahwa ilmu kriminologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kejahatan secara khusus dan dari beragam aspek. Adapun P. Topinard sendiri merupakan salah satu ahli antropologi yang berasal dari negara Perancis yang menyatakan hal mengenai ilmu kriminologi pertama kali.

L. Moeljatno
Adapun L. Moeljatno (1986: 6) menyatakan pendapatnya bahwa kriminologi (criminology) merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan dan kelakuan buruk serta mempelajari mengenai orang yang terlibat pada kedua hal tersebut. Lebih lanjut L. Moeljatno mengemukakan pendapatnya bahwa kriminologi merupakan:
“sebagai suatu istilah global atau umum untuk suatu lapangan ilmu pengetahuan yang sedemikian rupa dan beraneka ragam, sehingga tidak mungkin dikuasai oleh seorang ahli saja.”

Wilhelm Sauer
Sementara menurut Wilhelm Sauer (L. Moeljatno, 1986: 3) bahwa kriminologi (criminology) adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang dilakukan oleh individu dan bangsa-bangsa yang berbudaya. Oleh sebab itu, Wilhelm Sauer menjelaskan obyek penelitian kriminologi terdiri dari 2 (dua) obyek, yaitu:
1.  Perbuatan Individu (Tat und Tater); dan
2.  Perbuatan Kejahatan (Crime).

Van Bemmelen
Van Bemmelen (L. Moeljatno, 1986: 3) menyatakan pendapatnya bahwa kriminologi mempelajari interaksi yang ada antara kejahatan dengan perwujudan lain dari kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu, kriminologi dapat dikatakan merupakan bagian dari ilmu tentang kehidupan bermasyarakat yang terdiri dari ilmu sosiologi dan ilmu biologi. Hal ini disebabkan karena manusia merupakan makhluk hidup.

Thorsten Sellin
Menurut salah satu ahli yang berasal dari Amerika Serikat Thorsten Sellin (L. Moeljatno, 1986: 3), mengemukakan pendapatnya bahwa istilah kriminologi (criminology) di Amerika Serikat dipakai untuk menggambarkan ilmu tentang penjahat dan cara penanggulangannya (treatment).

Sutherland
Sutherland (L. Moeljatno, 1986: 4) mengemukakan bahwa kriminologi sebagai keseluruhan ilmu-ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kejahatan sebagai suatu gejala sosial masyarakat (the body of knowledge regarding crimeas a social phenomenon) yang meliputi:
1. Cara proses membuat undang-undang;
2. Pelanggaran terhadap undang-undang; dan
3. Reaksi terhadap pelanggaran-pelanggaran ini, hal mana merupakan 3 (tiga) segi pandangan atau aspek dari suatu rangkaian hubungan timbal balik yang sedikit banyaknya merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Selanjutnya Sutherland menjelaskan kriminologi dibagi menjadi 3 (tiga) cabang ilmu utama, yaitu: 

Sosiologi Hukum
Dalam hal ini menjelaskan kejahatan merupakan perbuatan yang oleh hukum dilarang dan diancam dengan suatu sanksi. Berdasarkan hal tersebut kemudian menentukan bahwa suatu perbuatan itu merupakan kejahatan adalah hukum. Adapun pada cabang ini menyelidiki 2 (dua) hal, yaitu:
1.  Sebab-sebab kejahatan; dan
2.  Faktor-faktor yang menyebabkan perkembangan hukum khususnya perkembangan pada hukum pidana.

Etiologi Hukum
Cabang ini merupakan cabang ilmu kriminologi yang mencari sebab akibat dari kejahatan yang dalam kriminologi, etiologi kejahatan merupakan kajian yang paling utama.

Penologi (Penology)
Pada dasarnya penologi merupakan ilmu tentang hukuman, akan tetapi Sutherland pada cabang ini memasukkan hak-hak yang berhubungan dengan usaha pengendalian kejahatan seperti:
Pengendalian secara Represif dan Pengendalian secara Represif Preventif.

W. A. Bonger
Sedangkan W.A. Bonger (Hari Saherodji, 1980: 9) menyatakan pendapatnya mengenai pengertian kriminologi sebagai: “ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas - luasnya”.

Melalui definisi ini, W.A. Bonger kemudian membagi kriminologi menjadi kriminologi murni yang mencakup:
1. Antropologi Kriminal (Anthropology Kriminil);
2. Sosiologi Kriminal (Sociology Kriminil);
3. Psikologi Kriminal (Psychologi Kriminil);
4. Psikopatologi dan Neuropatologi Kriminal (Psychopathology and Neuropathology Kriminil);
5. Penologi (Penology); dan
6. Kriminalistik (Criminalistic).

Antropologi Kriminal
Antropologi kriminal atau yang biasa dikenal dengan sebutan anthropology kriminil, yakni ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat yang merupakan suatu bagian dari ilmu alam.

Sosiologi Kriminal
Sosiologi kriminal atau yang biasa dikenal dengan sebutan sociology kriminil, yakni ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat yang pada pokoknya tentang sampai dimana letak sebab-sebab kejahatan dalam masyarakat (etiologi sosial) dalam arti luas juga termasuk penyelidikan mengenai keadaan psikologi (psychology).

Psikologi Kriminal
Psikologi kriminal atau yang biasa dikenal dengan sebutan psychologi kriminil yakni ilmu pengetahuan tentang kejahatan dipandang dari sudut ilmu jiwa dari orang-orang seperti di pengadilan sebagai saksi, pembela dan lain-lain serta tentang pengakuan seseorang sebagai contohnya:
Penyelidikan mengenai jiwa dari penjahat yang dapat ditujukan semata-mata pada kepribadian perseorangan yang apabila dibutuhkan dalam persidangan untuk memberi penerangan pada hakim mengenai penyusunan tipologi atau golongan penjahat;
Penyelidikan mengenai gejala-gejala yang nampak pada kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok; dan
Penyelidikan psychology kriminil atau sosial mengenai repercussis yang disebabkan oleh perbuatan tersebut dalam pergaulan hidup yang tak boleh dilupakan.

Psikopatologi dan Neuropatologi Kriminal
Psikopatologi dan neuropatologi kriminal atau yang biasa dikenal dengan sebutan psychopathology and neuropathology kriminil, yakni merupakan ilmu pengetahuan tentang penjahat yang dihinggapi sakit jiwa atau sakit urat syaraf.

Penologi
Penologi atau yang biasa dikenal dengan sebutan penology, yakni merupakan ilmu pengetahuan tentang timbul dan tumbuhnya hukuman serta arti dan faedahnya.

Kriminalistik
Kriminalistik atau yang biasa dikenal dengan sebutan criminalistic merupakan ilmu pengetahuan untuk dilaksanakan yang menyelidiki teknik kejahatan dan pengusutan kejahatan yang merupakan gabungan ilmu jiwa tentang:
1.  Kejahatan (crime);
2.  Penjahat (criminals);
3.  Ilmu Kimia (chemistry);
4.  Pengetahuan tentang Barang-Barang;
5.  Grafologi (Graphology);
6.  dan lain-lain.


Pengertian Kriminologi dalam Arti Sempit dan Luas

Pengertian Kriminologi dalam Arti Sempit
Kriminologis bisa diartikan secara sempit sebagai pendapat yang dikemukakan salah satu ahli hukum Prof. Romli Antasasmita, hal mana beliau mengartikan kriminologi sebagai suatu kejahatan. Akan tetapi jika ditelusuri secara keilmuan, kriminologi mempelajari mengenai bentuk dan contoh dari suatu perilaku kriminal dengan kategori tertentu sehingga akan bisa didapatkan secara pasti mengenai batasan hukum yang berlaku di masyarakat dengan harapan akan terjadi keadilan hukum.

Adanya hal ini memberikan harapan ke depannya supaya bisa mencapai keseragaman dalam menerapkan ilmu kriminologi ke dalam masyarakat dan juga diharapkan bisa memiliki studi ilmu kriminologi dengan objek yang bisa dengan mudah dikembangkan seperti salah satu contohnya menggunakan latar belakang dari perumusan yuridis yang tidak terikat.

Pengertian Kriminologi dalam Arti Luas
Dalam arti luas, kriminologi merupakan ruang lingkup yang mempelajari tentang penologi (penology). Adapun pengertian mengenai penologi itu sendiri merupakan sebuah ilmu yang mempelajari tentang hukuman dan juga sebuah ilmu yang mempelajari mengenai metode yang sesuai dengan berbagai tindakan yang memiliki sifat non punitif.

Adapun Walters C. Recless pada buku karyanya yang berjudul "The Crime Problem" menyatakan bahwa ruang lingkup ilmu kriminologi terdiri dari 10 (sepuluh) ruang lingkup sebagaimana disebutkan di bawah ini, yakni:
1.  Kriminologi memiliki pengertian sebagai ilmu yang mempelajari tentang kejahatan secara mendalam yang mencakup: 
Apakah kejahatan yang telah dilakukan akan dilaporkan kepada badan resmi atau yang berwenang;  Bagaimana badan resmi tersebut menanggapi laporan tentang pelaporan atas kejahatan yang telah dilakukan; dan 
Bagaimana proses tindakan dari badan resmi atau yang memiliki wewenang dalam menangani laporan tersebut.

2. Kriminologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang perkembangan dan perubahan hukum pidana di dalam masyarakat. Adapun ilmu ini memiliki hubungan dengan nilai ekonomi dan politik yang mengikutsertakan tanggapan dalam bermasyarakat.

3. Kriminologi merupakan suatu ilmu yang secara fokus mempelajari tentang keadaan penjahat di dalam masyarakat dengan cara membandingkan jumlah antara penjahat dan bukan di lingkungan tersebut yang kemudian membaginya ke dalam beberapa golongan dengan berdasarkan:
Jenis Kelamin (Gender), Kebangsaan (Nationality), Ras, Kedudukan Sosial dan Keadaan Ekonomi.

4. Kriminologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang daerah dan wilayah yang erat kaitannya dengan jumlah kejahatan yang terjadi pada daerah tersebut. Dalam ilmu ini juga mempelajari dan mengkaji mengenai bentuk kejahatan yang terjadi secara fisik seperti contohnya:

Pada wilayah pelabuhan akan terjadi kasus kejahatan seperti kasus penyelundupan orang atau barang; dan 
Pada lingkungan pejabat akan terjadi kejahatan berupa :Kasus Suap (bribe) dan Kasus Korupsi (corruption).

5. Kriminologi merupakan suatu ilmu yang akan memberikan kejelasan mengenai gambaran yang mengacu pada berbagai faktor penyebab terjadinya kejahatan dengan diperkuat teori dan pengajaran yang jelas mengenai kejahatan di kriminologi.

6. Kriminologi mempelajari mengenai berbagai perilaku yang mengarah pada kejahatan yang selanjutnya akan diwujudkan secara istimewa. Terdapat berbagai tindakan yang termasuk ke dalam kelainan pada pelaku kejahatan bahkan pada kasus kejahatan di era modern saat ini seperti:
Pembobolan Mesin ATM (Automatic Teller Machine/ Anjungan Tunai Mandiri);
Tindak Pidana Pencucian uang (TPPU);
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor);
Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO);
Suap (Bribe);
Gratifikasi (Gratification); dan
Pembajakan Pesawat atau Kapal.

7. Kriminologi merupakan suatu ilmu yang secara mendalam mempelajari tentang berbagai hal yang berhubungan dengan kejahatan seperti:
Prostitusi (Prostitution);
Perjudian (Gambling);
Narkoba (Drugs);
Obat Terlarang; dan
Minuman Keras.

8. Kriminologi merupakan suatu keilmuan yang mengkaji lebih dalam lagi seperti apakah perundang-undangan dan badan penegak hukum sudah bisa bekerja secara efektif dalam masyarakat.

9. Kriminologi merupakan suatu ilmu yang mengkaji mengenai manfaat dari lembaga dan badan yang berfungsi untuk menangkap, menahan, mengadili dan menghukum pelaku tindak pidana atau pelaku kejahatan.

10. Kriminologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang kejahatan serta mengetahui usaha yang tepat untuk mencegah kejahatan pada manusia.


Mengenai pembahasan kriminologi meliputi 3 (tiga) hal pokok yang terdiri dari:
1.  Proses pembuatan hukum pidana dan acara pidana (making laws). Adapun pembahasan dalam proses pembuatan hukum pidana (process of making laws), meliputi: 
Definisi kejahatan;
Unsur-unsur kejahatan;
Relativitas kejahatan;
Penggolongan kejahatan; dan 
Statistik kejahatan.

2.  Etiologi kriminal, yakni membahas tentang teori-teori yang menyebabkan terjadinya kejahatan (breaking of laws). Adapun yang dibahas dalam etiologi kriminal, meliputi: 
Aliran atau mazhab kriminologi;
Teori-teori kriminologi; dan
Berbagai perspektif kriminologi.

3. Reaksi terhadap pelanggaran hukum (reacting toward the breaking of laws), Reaksi dalam hal ini bukan hanya ditujukan kepada pelanggar hukum berupa tindakan represif tetapi juga reaksi terhadap calon pelanggar hukum berupa upaya-upaya pencegahan kejahatan (criminal prevention). Adapun yang dibahas dalam bagian ketiga ini adalah perlakuan terhadap pelanggar-pelanggar hukum (reacting toward the breaking of laws) yang meliputi:
Teori-teori penghukuman;
Upaya-upaya penanggulangan atau pencegahan kejahatan baik berupa:
Tindakan preventif; 
Tindakan represif; dan 
Tindakan rehabilitatif.

Berdasarkan uraian singkat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kriminologi (criminology) merupakan suatu bidang ilmu yang cukup penting untuk dipelajari karena dengan adanya kriminologi, kita dapat mempergunakannya sebagai kontrol sosial (social control) terhadap kebijakan dan pelaksanaan hukum pidana.

Kriminologi itu sendiri merupakan bagian dari ilmu sosial akan tetapi kriminologi tidak dapat dipisahkan dengan bidang ilmu hukum karena merupakan bagian dari kurikulum program studi ilmu hukum (hukum pidana) yang perlu diajarkan bagi mahasiswa hukum di perguruan tinggi dan juga bagi para aparat penegak hukum seperti Polisi dan Jaksa. Dengan adanya lembaga kriminologi diharapkan dapat memberikan ide dalam mengembangkan kriminologi sebagai science for welfare of society.


Hukum Pidana (Criminal Law) 
Hukum Pidana merupakan suatu disiplin ilmu normatif (normative discipline) yang mempelajari aturan tentang kejahatan atas tindakan-tindakan yang disebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) berupa kejahatan atau pelanggaran yang dapat dikenai hukuman pidana. 

Dengan kata lain, apabila belum ada peraturan perundang-undangan yang memuat dan mengatur tentang hukuman yang dijatuhkan kepada penjahat atau pelanggar atas tindakannya maka tindakan tersebut tidak dapat dikenakan hukuman sebagaimana asas yang dikenal dalam hukum pidana, yaitu tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu atau nullum delictum, nulla poena sine praviea lege poenali. (untuk penjelasan selengkapnya tentang pengertian hukum pidana silahkan baca: disini).

Persamaan Kriminologi dan Hukum Pidana

Adapun kriminologi (criminology) memiliki persamaan dengan hukum pidana (criminal law), yaitu sebagai berikut:
1.  Hal mana kriminologi dengan hukum pidana memiliki hubungan langsung dengan: 
Pelaku Kejahatan; Hukuman; dan Perlakuannya. 

2.  Hukum pidana dan kriminologi dengan beberapa pertimbangan merupakan instrumen dan sekaligus alat kekuasaan negara dalam menjalankan tugas dan wewenangnya yang memiliki kolerasi positif dan berpihak pada premis yang sama. Negara merupakan sumber kekuasaan dan seluruh alat perlengkapan negara merupakan pelaksanaan dari kekuasaan negara; 

3.  Hukum pidana dan kriminologi memiliki persepsi yang sama bahwa masyarakat adalah bagian dari obyek pengaturan oleh kekuasaan negara bukan subyek yang memiliki kedudukan yang sama dengan negara; 

4.  Hukum pidana dan kriminologi menempatkan peranan negara lebih dominan daripada peranan individu dalam menciptakan ketertiban dan keamanan masyarakat. 


Perbedaan Kriminologi dan Hukum Pidana
Adapun perbedaan kriminologi (criminology) dan hukum pidana (criminal law), yaitu sebagai berikut: 

1.  Kalau kriminologi memiliki pengertian kejahatan yang berbeda dengan hukum pidana, adapun kejahatan menurut kriminologi adalah tindakan manusia dalam pertentangannya dengan beberapa norma yang ditentukan oleh masyarakat, lain halnya dengan hukum pidana yang menentukan kejahatan berdasarkan tindakan-tindakan yang telah dirumuskan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP); 

2.  Kalau obyek dari kriminologi adalah orang dalam pertentangan dengan norma-norma sosial sedangkan obyek hukum pidana adalah kejahatan dan pelanggaran yang telah dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan; 

3.  Kalau kriminologi terpusat pada faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan sedangkan hukum pidana terpusat pada pembuktian suatu kejahatan; 

4.  Kalau kriminologi memiliki tujuan untuk mengungkapkan motif atau pola pelaku kejahatan sedangkan hukum pidana ditujukan kepada hubungan antara tindakan dan akibatnya (hubungan kausalitas) yang dapat ditelaah dengan bukti-bukti yang memperkuat adanya niat dari pelaku dalam melakukan tindak pidana atau kejahatan. 

Berkaitan dengan hubungan antara hukum pidana (criminal law) dengan kriminologi (criminology) sebagaimana dijelaskan di atas terdapat perbedaan pandangan dari beberapa para ahli seperti Simons dan Van Hamell memasukkan kriminologi sebagai bagian atau pendukung dari ilmu hukum pidana. 

Adapun alasan yang dikemukakan pada umumnya bahwa untuk menyelesaikan suatu perkara kejahatan tidaklah cukup jika hanya mempelajari pengertian dari hukum pidana yang berlaku, mengonstruksikan apa yang dimaksud serta menjalankannya sesuai sistem akan tetapi perlu diselidiki juga penyebab terjadinya kejahatan tersebut terutama mengenai tentang diri pribadi pelaku kejahatan serta tentang cara-cara pemberantasan kejahatan tersebut. 

Sedangkan Zevenbergen berpendapat bahwa kriminologi termasuk dalam ilmu hukum pidana. Adapun alasan yang dikemukakan oleh Zevenbergen adalah sebagai berikut:
1.  Ilmu hukum pidana merupakan ilmu untuk mengetahui atau mempelajari hukum positif yang terdiri dari norma-norma dan sanksi pidananya. 

2.  Pidana merupakan balasan atau ganjaran bagi seseorang pelaku tindak pidana yang telah melakukan kejahatan. Dengan adanya penekanan pada pidananya, maka kriminologi tidak memiliki keterkaitan dengan hal tersebut.

3. Metode ilmu hukum pidana adalah deduktif, hal mana ketentuan-ketentuan hukum pidana sudah ada. Oleh karena itu, metode yang digunakan berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum pidana inilah yang dinilai apakah suatu tindakan termasuk suatu tindak pidana atau bukan. Sedangkan metode dari kriminologi  adalah empiris induktif, hal mana metode yang digunakan berdasarkan penyelidikan secara empiris yang kemudian dikaji apakah suatu tindakan dalam kenyataannya berupa suatu kejahatan atau bukan tanpa terikat pada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam hukum positif. 

Adapun untuk perbedaannya dapat kita lihat dari contoh di bawah ini : 
Mr. X telah melakukan kejahatan atau tindak pidana "pembunuhan". Dari peristiwa pidana tersebut kemudian dikaji dari sisi kriminologi (criminology) yang ingin mengetahui apa yang menjadi latar belakang dari Mr. X sehingga melakukan tindak pidana pembunuhan dan pertanyaan yang lain timbul adalah mengapa dia melakukan tindak pidana pembunuhan tersebut. 

Sedangkan dari segi Hukum Pidana (criminal law) ingin mengetahui apakah Mr. X telah melakukan kejahatan dan pertanyaan yang timbul apakah dia telah melakukan kejahatan. Dengan kata lain, hukum pidana terlebih dahulu menetapkan seseorang sebagai penjahat lalu kriminologi meneliti mengapa seseorang tersebut melakukan kejahatan.
Share:

Jumat, 20 Oktober 2023

Kriminologi dan Victimologi [20-10-23]

Hubungan antara kriminologi dengan viktimologi sudah tidak dapat diragukan lagi. Kriminologi membahas secara luas mengenai pelaku dari suatu kejahatan, sedangkan viktimologi disini merupakan ilmu yang mempelajari tentang korban dari suatu kejahatan.

Kriminologi adalah ilmu sosial terapan di mana kriminolog bekerja untuk membangun pengetahuan tentang kejahatan dan pengendaliannya berdasarkan penelitian empiris. Penelitian ini membentuk dasar untuk pemahaman, penjelasan, prediksi, pencegahan, dan kebijakan dalam sistem peradilan pidana.

Cakupan studi ilmu kriminologi, tidak hanya menyangkut peristiwa kejahatan, tapi juga meliputi bentuk, penyebab, konsekuensi dari kejahatan, serta reaksi sosial terhadapnya, termasuk reaksi lewat peraturan perundang- undangan dan kebijakan-kebijakan pemerintah di berbagai bidang.

Dalam hubungan ini, maka tugas kriminologi adalah membuat pola dan menguji sistem hukuman yang akan meminimalkan tindak kejahatan. positivis dalam kriminologi mengarahkan pada usaha untuk menganalisis sebab-sebab perilaku kejahatan melalui studi ilmiah ciri-ciri penjahat dari aspek fisik, sosial, dan kultural.

Edwin H. Sutherland : criminology is the body of knowledge regarding delinquency and crime as social phenomena (kriminologi adalah kumpulan pengetahuan yang membahas kenakalan remaja dan kejahatan sebagai gejala sosial).



Dosen: Dr. Karyoto Ahmad

Sebagaimana diketahui kriminologi dapat dibagi menjadi 2 (dua) golongan besar yang terdiri dari: Kriminologi Teoritis; dan. Kriminologi Praktis.

Kejahatan sebagai tindakan manusia dan sebagai gejala sosial. Hukum pidana memusatkan perhatiannya terhadap pembuktian suatu kejahatan sedangkan kriminologi memusatkan perhatiannya pada factor-faktor penyebab terjadinya kejahatan.

Dalam kriminologi terdapat beberapa teori-teori, yaitu sebagai berikut:
Teori Differential Association;
Teori Anomie;
Teori Kontrol Sosial; dan.
Teori Labelling.

Hubungan hukum pidana dengan kriminologi adalah keterkaitan yang saling melengkapi. Di mana kriminologi mencari suatu alasan, atau faktor yang mendorong timbulnya tindak kejahatan yang melahirkan akibat hukum, sedangkan hukum pidana berusaha menghubungkan perbuatan jahat dengan hasil pembuktian.

Menurut Vollmer sebagai seorang tokoh di bidang kriminologi mengatakan bahwa penjahat adalah orang yang dilahirkan tolol dan tidak mempunyai kesempatan untuk merubah tingkahlaku karena baginya tidak dapat mengendalikan dirinya dari perbuatan anti sosial yang merugikan individu.

Menurut bonger, kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya (kriminologi teoritis atau murni). berdasarkan kesimpulan-kesimpulan dari padanya di samping itu disusun kriminologi praktis.

Objek studi kriminologi mencakup tiga hal yaitu kejahatan, pelaku kejahatan dan reaksi masyarakat terhadap penjahat dan kejahatan.

Kaitan kriminologi dengan sosiologi. Kriminologi merupakan upaya menjelaskan kejahatan sebagai suatu gejala sosial. Di sini sosiologi berperan membantu kriminologi dalam memahami berbagai bentuk hubungan sosial yang terjadi yang merupakan produk hubungan sosial termasuk di dalamnya tindak kejahatan.

Lombroso –nama lengkapnya Cesare Lombroso-(1835 –1909) lahir di Verona, menempuh pendidikan di Padua, Turin, Viena dan Paris adalah pencetus dan pengembang kriminologi.



Viktimologi merupakan sebuah studi tentang masalah korban kejahatan. Selain itu juga, viktimologi mempelajari korban kejahatan, proses viktimisasi dan akibat-akibatnya dalam rangka menciptakan kebijaksanaan dan tindakan pencegahan dan menekankan kejaharan secara lebih bertanggungjawab

Kajian kriminologi dapat dikelompokkan menjadi empat aspek pembahasan meliputi kejahatan, pelaku kejahatan, korban kejahatan, serta reaksi masyarakat terhadap kejahatan.

Secara terminologi, viktimologi berarti suatu studi yang mempelajari tentang korban, penyebab timbulnya korban dan akibat-akibat penimbulan korban yang merupakan masalah manusia sebagai suatu kenyataan sosial.

Menganalisis berbagai aspek yang berkaitan dengan korban. Berusaha untuk memberikan penjelasan sebab musabab terjadinya viktimisasi. Mengembangkan system tindakan guna mengurangi penderitaan manusia.

Manfaat viktimologi ini dapat memahami kedudukan korban sebagai sebab dasar terjadinya kriminalitas dan mencari kebenaran. Dalam usaha mencari kebenaran dan untuk mengerti akan permasalahan kejahatan, delikuensi dan deviasi sebagai satu proporsi yang sebenarnya secara dimensional.

Kriminologi adalah ilmu sosial terapan di mana kriminolog bekerja untuk membangun pengetahuan tentang kejahatan dan pengendaliannya berdasarkan penelitian empiris.

Foto oleh RF._.studio
Share:

Jumat, 13 Oktober 2023

Pembaharuan Hukum Pidana [14-10-23]

Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) disahkan menjadi Undang-undang. Pengesahan dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad beragendakan pengambilan keputusan atas RUU KUHP

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) akan disahkan karena sifatnya mendesak, dasarnya KUHP sudah sangat ketinggalan zaman. KUHP adalah produk hukum yang dibuat lebih dari 100 tahun lalu, pada masa penjajahan Belanda. Oleh karena itu Indonesia harus merdeka secara konstitusi dengan mengesahkan RKUHP.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengungkapkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional akan berlaku pada 2 Januari 2026. Ia mengakui KUHP baru yang disahkan pada Desember 2022 dan diundangkan pada 2 Januari 2023 itu tidak akan bisa memuaskan semua pihak.

Aturan hukum pidana tidak berlaku surut.

Yasonna menjelaskan terdapat tiga pidana yang diatur, yaitu pidana pokok, pidana tambahan, dan pidana yang bersifat khusus. Dalam pidana pokok, RUU KUHP tidak hanya mengatur pidana penjara dan denda saja, tetapi menambahkan pidana penutupan, pidana pengawasan, serta pidana kerja sosial.


KUHP Baru mengenal 5 asas hukum pidana, yakni asas legalitas, asas teritorial, asas personalitas, asas perlindungan, dan asas persamaan.

UU Nomor 1 Tahun 2023 Tentang apa? UU ini mengatur mengenai Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). UU ini berisi Buku Kesatu dan Buku Kedua.

Sementara itu, tempus delicti berasal dari kata tempus yang artinya tempo atau waktu dan delicti yang berarti delik atau tindak pidana. Jadi, pengertian tempus delicti adalah waktu terjadinya suatu tindak pidana.

Undang-undang adalah bersifat non-retroaktif, yaitu tidak boleh berlaku secara surut. Akan tetapi, untuk hal-hal tertentu dimungkinkan untuk diberlakukan surut, contohnya ketentuan-ketentuan Pasal 1 ayat (2) KUHP dan pasal 43 ayat (1) UU Pengadilan HAM.1

Unsur-unsur tindak pidana adalah: a) Kelakuan manusia; b) Diancam dengan pidana; c) Dalam peraturan perundang undangan. b) Melawan hukum (yang berhubungan dengan); c) Kesalahan (yang dilakukan oleh orang yang dapat); d) Dipertanggungjawabkan.


Share:

Pembaharuan Hukum Pidana [13-10-23]

Pembaharuan hukum pidana pada pokoknya merupakan suatu usaha untuk melakukan peninjauan dan pembentukan kembali (reorientasi dan reformasi) hukum sesuai dengan nilai-nilai umum sosio-politik, sosio- filosofik, dan nilai-nilai kultural masyarakat Indonesia.

Pembaruan hukum pidana, merupakan bagian dari politik kriminal, yang dilakukan secara rasional untuk menanggulangi kejahatan dalam pencapaian tujuan nasional. Pada era reformasi ini, maka keterkaitan pandangan hukum legalistis, yang selalu menyatakan hukum adalah identik dengan undang-undang, yang harus ditaati.

Pembaharuan hukum pidana harus dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang berorientasi pada kebijakan (policy oriented approach) dan juga menggunakan pendekatan yang berorientasi pada nilai (value oriented approach).

Hukum Pidana memiliki 3 (tiga ) masalah pokok, yaitu ”tindak pidana”, ”pertanggung jawaban pidana”, dan ”pidana dan pemidanaan”, masing-masing merupakan ”sub sistem”dan sekaligus ”pilar-pilar” dari keseluruhan bangunan sistem pemidanaan.

Salah satu perbedaan yang paling mencolok antara KUHP lama dengan KUHP baru adalah bentuk pidana yang diancamkan. Pada umumnya, baik KUHP lama maupun KUHP baru mengenal pidana dalam dua bentuk, yaitu pidana pokok dan pidana tambahan.


Urgensi dilakukan pembaharuan hukum acara pidana nasional di Indonesia yang lebih responsif, karena hukum acara pidana (KUHAP) dipandang tidak sesuai lagi dengan perubahan sistem ketatanegaraaan dan perkembangan hukum dalam masyarakat, terutama dalam praktik penanganan perkara tindak pidana yang menjadi petugas para penegak hukum untuk menyelesaikan perkaranya secara baik dan adil, dan yang kedua perkembangan hukum dan perubahan peta politik yang dibarengi dengan perkembangan ekonomi, transportasi dan tehnologi yang global berpengaruh pula terhadap makna dan keberadaan substansi KUHAP, sehingga perlu dilakukan pembaruan dengan hukum acara pidana yang lebih akomodatif, responsif dan aspiratif. Dalam rangka penegakan hukum yang berorientasi kepastian hukum dan berdimensi keadilan. Rancangan KUHAP harus dapat memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap hak- hak azasi dan membatasi tindakan sewenang- wenang aparat pene-gak hukum dalam penyelesaian dan penanganan perkara tindak pidana dan dapat beradabtasi dengan tuntutan global, sesuai dengan konvensi yang sudah diratifikasi oleh Indonesia.

Dosen pengapu: Dr. Karyoto Ahmad

Foto oleh Athena


Share:

Jumat, 29 September 2023

Hukum perundang- undangan [30-09-23]

Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Dalam membentuk peraturan perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Untuk memahami lebih lanjut, berikut ini penjelasan tentang asas pembentukan peraturan perundang-undangan selengkapnya. Asas ini wajib diterapkan dalam membuat peraturan perundang-undangan. 

1. Asas Kejelasan Tujuan 

Asas kejelasan tujuan adalah asas yang menyatakan bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. 

2. Asas Kelembagaan atau Pejabat Pembentuk yang Tepat 

Asas pembentukan peraturan perundang-undangan selanjutnya yakni asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat merupakan asas yang menentukan bahwa setiap harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang.

Peraturan Perundang-undangan tersebut, dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang

3. Asas Kesesuaian Antara Jenis, Hierarki, dan Materi Muatan 

Asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan menjadi asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Asas ini menegaskan bahwa dalam membentuk peraturan perundang-undangan harus memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan. Artinya, masing-masing peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya sesuai urutan hierarki peraturan perundang-undangan

Artinya, masing-masing peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya sesuai urutan hierarki peraturan perundang-undangan

4. Asas Dapat Dilaksanakan 

Selain itu, asas pembentukan peraturan perundang-undangan lainnya yakni asas dapat dilaksanakan. Asas tersebut menegaskan bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis. Oleh karena itu, dalam pembentukannya, harus diperhatikan landasan filosofis, sosiologis, maupun yuridis

Oleh karena itu, dalam pembentukannya, harus diperhatikan landasan filosofis, sosiologis, maupun yuridis.




5. Asas Kedayagunaan dan Kehasilgunaan 

Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, merupakan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang menegaskan, bahwa setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Artinya, peraturan perundang-undangan tersebut harus sangat dibutuhkan dan bermanfaat untuk masyarakat.

Artinya, peraturan perundang-undangan tersebut harus sangat dibutuhkan dan bermanfaat untuk masyarakat.

6. Asas Kejelasan Rumusan 

Asas kejelasan rumusan, merupakan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang menegaskan, bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti. Ini dimaksudkan, agar tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

7. Asas Keterbukaan 

Asas pembentukan peraturan perundang-undangan berikutnya yakni asas keterbukaan. Asas keterbukaan merupakan asas yang paling terlihat. Asas ini menegaskan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.

Ini termasuk pemantauan dan peninjauan memberikan akses kepada publik yang mempunyai kepentingan dan terdampak langsung untuk mendapatkan informasi dan/atau memberikan masukan pada setiap tahapan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang dilakukan secara lisan dan/atau tertulis dengan cara daring atau dalam jaringan dan/atau luring atau luar jaringan.

Foto oleh Katerina Holmes
Share:

Jumat, 22 September 2023

Pembaharuan Hukum Pidana [23-09-23]

Pembaharuan hukum pidana pada pokoknya merupakan suatu usaha untuk melakukan peninjauan dan pembentukan kembali (reorientasi dan reformasi) hukum sesuai dengan nilai-nilai umum sosio-politik, sosio- filosofik, dan nilai-nilai kultural masyarakat Indonesia.

Apa yang dimaksud dengan pembaharuan hukum pidana di Indonesia?

Maka dari itu pembaharuan hukum pidana pada prinsipnya merupakan bagian dari kebijakan (upaya rasional) untuk memperbaharui substansi hukum dalam rangka lebih mengefektifkan penegakan hukum, menanggulangi kejahatan dalam rangka perlindungan masyarakat, serta mengatasi masalah sosial dan masalah kemanusiaan

Kenapa harus ada pembaharuan hukum pidana?

Pentingnya dilakukan pembaharuan hukum acara pidana (KUHAP), agar tercipta supremasi hukum dengan menuju sistem peradilan pidana terpadu dengan menempatkan penegak hukum pada tugas, fungsi dan wewenangnya dan beradaptasi dengan kemajuan tehnologi, struktur keta-tanegaraa, perkembangan hukum masyarakat

Selain itu pengertian Pembaharuan Hukum Pidana (Politik Hukum Pidana) pada hakikatnya mengandung makna yaitu suatu upaya untuk melakukan reorientasi dan reformasi hukum pidana yang sesuai dengan nilai-nilai sentral sosio- politik, sosio-filosofis dan sosio-kultural masyarakat Indonesia yang melandasi kebijakan sosial



Dosen pengajar:

Dr. Wayan Santoso, SH

Foto oleh cottonbro studio





Share:
Jasaview.id

Arsip Blog

https://www.tiket.com/?twh=28335430

https://www.canva.com/join/tgg-czw-mlw

https://www.easycash.com/?twh=28335430

https://www.tokopedia.com/?twh=28335430

https://scholar.google.com/citations?user=sSo15lEAAAAJ
https://www.mendeley.com/?interaction_required=true
https://www.turnitin.com/
https://sinta.kemdikbud.go.id/
Web Hosting
https://unr.siakadcloud.com/gate/login