Media Belajar Bersama ~ Gak ada yang lebih keren dari orang yang mengejar impiannya

Jumat, 24 Maret 2023

Lembaga Dan Pranata Hukum [25-03-23]

sistem hukum adalah kesatuan dari seluruh peraturan, pranata, dan praktiknya dalam suatu negara tertentu.

Sementara itu, sistem hukum menurut JH Merryman, berarti suatu perangkat operasional yang meliputi institusi, prosedur, dan aturan hukum.

Subekti dalam Sistem Hukum Indonesia (2019) karya Nandang Alamsah Deliarnoor menjelaskan, suatu sistem yang baik tidak boleh ada pertentangan atau tumpang tindih antara bagian-bagiannya. Oleh karena itu, hukum sebagai suatu sistem artinya tatanan teratur dari aturan-aturan hidup yang keseluruhannya terdiri dari bagian-bagian saling berkaitan.

Masih dari Sejarah Hukum karya Agus Riwanto, berikut sistem hukum populer di dunia:

1. Eropa Kontinental atau Civil Law 
Eropa Kontinental atau atau dikenal juga sebagai sistem hukum Civil Law, dianut oleh negara-negara seperti Perancis, Jerman, Italia, Swiss, Autria, Amerika Latin, Turki, beberapa negara Arab, Afrika Utara, dan Madagaskar. Ciri sistem hukum ini lebih mengutamakan rechtsstaat, yakni membatasi kekuasaan pemerintah dengan hukum. Sistem hukum Eropa Kontinental berkarakter administratif yang menganggap hukum adalah apa yang tertulis. Hakim yang baik menurut Civil Law adalah yang memutus perkara sesuai bunyi undang-undang. Hal ini karena Civil Law lebih mengutamakan kepastian hukum dan formalitas. Oleh karena itu, ciri lain dari Civil Law adalah asas legalitas, yakni seseorang tidak bisa dihukum selama belum ada aturan hukumnya.

Dosen: DR. A.A. Istri Ari Atu Dewi,SH,MH.






2. Anglo Saxon atau Common Law
Anglo Saxon berasal dari Inggris, kemudian menyebar ke Amerika Serikat dan negara-negara bekas jajahannya, seperti Kanada, Singapura, Malaysia, dan Hong Kong. Ciri utama sistem hukum ini adalah lebih mengutamakan pada hukum tidak tertulis atau common law. Kebenaran hukum dan keadilan tidak ditentukan oleh bunyi teks Undang-Undang, tetapi pada kemampuan menggali alat bukti. Hakim dalam memutus perkara diharuskan untuk membuat hukum atau dalil-dalil sendiri berdasarkan nilai keadilan masyarakat dan yurisprudensi. Yurisprudensi sendiri merupakan keputusan hakim terdahulu terhadap suatu perkara yang tidak diatur dalam Undang-Undang dan dijadikan pedoman oleh hakim lainnya. Sistem hukum ini lebih mengutamakan rasa keadilan dibandingkan kepastian hukum. Untuk itu, peran hakim jauh lebih besar daripada peran peraturan perundang-undangan.

3. Hukum Islam 
Ciri utama Hukum Islam adalah dasar hukum pelaksanaan yang berlandaskan pada Al Quran dan Hadis. Oleh karena itu, Hukum Islam lebih mengutamakan pada ketaatan penganutnya dalam menjalankan perintah dan larangan. Selain itu, dikarenakan berdasarkan pada wahyu dan sunah, maka dasar hukum sistem ini tidak mungkin dilakukan amandemen atau pembaruan hukum. Perubahan dalam Hukum Islam dilakukan dengan penafsiran berdasarkan keilmuan melalui metode ijtihad oleh para ulama.

4. Sosialis atau Socialist Law
Sistem hukum sosialis dipraktikan oleh beberapa negara seperti Bulgaria, Yugoslavia, Kuba, dan negara bekas Uni Soviet lain. Ciri utama sistem hukum ini adalah berdasarkan pada ideologi komunis yang berorientasi sosialis. Socialist Law meletakkan pondasi pada ideologi negara komunis dengan semangat untuk meminimalisasi hak-hak pribadi. Di sisi lain, negara menjadi pengatur dan pendistribusi hak-hak dan kewajiban warga negara. Dengan demikian, sistem kepentingan pribadi akan melebur dalam kepentingan bersama.

5. Sistem hukum Sub-Sahara atau Africa Law 
Ciri utama dari sistem hukum Sub-Sahara adalah berorientasi pada komunitas. Artinya, semua hal terkait solidaritas sosial komunitas tertentu menjadi aturan hukum yang disepakati bersama untuk dijalankan, ditaati, dan dipatuhi. Itulah sebabnya dalam sistem hukum ini semua warga terikat pada aturan-aturan komunitasnya masing-masing. Hal ini bisa dipahami dari proses terbentuknya kebangsaan (nations) dari negara penganutnya.

6. Sistem hukum Asia Timur Jauh atau Far East Law 
Ciri utama dari sistem ini adalah menekankan harmoni dan tatanan sosial. Far East Law tidak menyukai hadirnya konflik-konflik secara terbuka. Sebab, konflik terbuka cenderung mendorong lahirnya disintegrasi perpecahan tatanan sosial. Itu mengapa masyarakat dengan sistem hukum ini sangat menghindari proses litigasi (peradilan) dan lebih memilih menyelesaikan konflik melalui media non-litigasi. Adapun sistem hukum Asia Timur Jauh, dianut oleh Jepang, Malta, Filipina, Sri Lanka, Swaziland, dan negara lain.

Foto oleh August de Richelieu

Share:

Lembaga Dan Pranata Hukum [24-03-23]

Sejarah Tata Hukum Indonesia berdasarkan Periodesasi

Sejarah tata hukum di Indonesia terbagi atas periodisasi sejarah, yakni masa prapenjajahan, penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, dan kemerdekaan.

Tata hukum Indonesia adalah tata hukum yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia yang terdiri dari aturan-aturan hukum yang ditata atau disusun sedemikian rupa, dan aturan-aturan itu saling berhubungan dan saling menentukan (Ishad, 2018).

Sejarah Tata Hukum Indonesia

Terkait sejarah tata hukum Indonesia, Wahyu Sasongko dalam Sejarah Tata Hukum Indonesia menerangkan bahwa sejarah tata hukum Indonesia ini terdiri dari tahap-tahap tertentu yang umum dikenal dengan periodisasi sejarah.

Lebih lanjut, periodesasi ini didasarkan pada kondisi politik hukum yang terjadi pada kurun masa tertentu. Adapun tahapan sejarah tata hukum di Indonesia, yakni:

1. masa prapenjajahan;

2. masa penjajahan Belanda;

c. masa penjajahan Jepang; dan

d. masa kemerdekaan.

Penjelasan sejarah tata hukum Indonesia berdasarkan periodesasi sebagaimana dijelaskan Wahyu Sasongko dapat disimak dalam uraian berikut.


Tata Hukum Indonesia Masa Prapenjajahan

Tata hukum Indonesia masa prapenjajahan ini bercorak pluralistik, yang ditandai dengan keragaman hukum yang berlaku bagi masyarakat. Adapun keragaman hukum yang dimaksud yakni hukum adat dan hukum Islam.

Hukum adat ini berlaku menurut sistem kekerabatan masyarakat yang tersebar di Nusantara. Kemudian, hukum Islam berlaku untuk masyarakat yang memeluk Islam.

Lebih lanjut, baik hukum adat dan hukum Islam ini memiliki kedudukan yang setara dan berlaku secara bersamaan atau berdampingan, sesuai dengan bidang dan yuridiksi keduanya.

Sebelum dijajah oleh Belanda, Indonesia (atau Nusantara) telah memiliki tata hukum sendiri. Diterangkan Utrecht (dalam Sasongko, 2013: 23) saat Belanda datang, Indonesia telah memiliki tata hukum sendiri, yaitu tata hukum asli, yang berlainan dari tata hukum Belanda.


Tata Hukum Indonesia Masa Penjajahan Belanda

Arah politik hukum yang dijalankan pemerintah Belanda adalah menerapkan sejumlah prinsip, seperti kodifikasi, konkordansi, unifikasi, dualisme, dan pluralisme hukum.

Pada tahap awal, penggunaan hukum dan prinsipnya tersebut ditujukan untuk memenuhi kepentingan Belanda dengan menindas rakyat.

Kemudian, dalam perkembangan selanjutnya, hukum tidak hanya digunakan sebagai sarana menindas, melainkan juga mencari keuntungan. Di masa ini, merkantilisme terjadi.

Hukum dalam periode ini merupakan saran, instrumen, dan alat dari pihak yang berkuasa.

Dosen : DR. I Made Sudira, SH., MH.





Tata Hukum Indonesia Masa Penjajahan Jepang

Masa penjajahan Jepang berlangsung dengan suasana perang sehingga kondisinya bersifat darurat. Kedaruratan ini berdampak langsung pada situasi dan keadaan tata hukum politik hukum yang mengakibatkan kondisi yang kurang berkembang. Pada era ini, didominasi atau dikuasai oleh penguasa militer.

Terkait tata hukum Indonesia, berdasarkan Osamu Seirei, pemerintah Jepang menetapkan bahwa badan-badan pemerintahan dan kekuasaan pemerintah terdahulu (Hindia Belanda) tetap diakui sah untuk sementara waktu, asalkan tidak bertentangan dengan pemerintahan militer.

Perubahan signifikan yang dilakukan adalah membagi Indonesia ke dalam tiga wilayah militer. Tiga wilayah militer yang dimaksud, antara lain:

1.  Pulau Jawa dan Madura berpusat di Jakarta dan dipimpin oleh Angkatan Darat Jepang;

2.  Pulau Sumatera berpusat di Medan dan dipimpin oleh Angkatan Darat Jepang; dan

3.  Pulau Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Sunda Kecil berpusat di Makassar dan dipimpin oleh Angkatan Laut Jepang.

Nantinya, bentuk peraturan akan disesuaikan dengan ketiga wilayah militer tersebut. Selain pembagian wilayah militer, perubahan tata hukum Indonesia paling signifikan di masa ini terletak pada perubahan peradilan.

Di masa penjajahan Jepang, dualisme dalam tata peradilan dihapuskan. Dengan demikian, hanya ada satu sistem peradilan untuk semua golongan penduduk, namun hal ini dikecualikan bagi orang Jepang.


Tata Hukum Indonesia Masa Kemerdekaan

Tata hukum Indonesia di masa kemerdekaan ini terbagi lagi ke dalam tiga periode, yakni orde lama, orde baru, dan reformasi.

Di masa orde lama, tepatnya di awal kemerdekaan, pemerintahan didasarkan pada UUD 1945 semata. Jika dijabarkan, sistem pemerintahan negara sebagaimana diterangkan dalam Penjelasan UUD 1945 adalah sebagai berikut.

Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum.

Sistem konstitusional.

Kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi di bawah majelis.

Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.

Menteri negara ialah pembantu Presiden dan tidak bertanggung jawab kepada DPR.

Kekuasaan kepala negara tidak terbatas.

Sayangnya, UUD 1945 di awal kemerdekaan dinilai belum efektif. Pasalnya, pemerintah Indonesia masih dalam peralihan, kemudian lembaga dan pranata hukum masih belum tersedia. Kemudian, ada pula pengaruh Belanda yang berusaha untuk menjajah kembali.

Pemerintahan masa orde baru, dipandang sebagai tindakan koreksional atas pelaksanaan UUD 1945 yang menyimpang di masa orde lama. Salah satu tindakannya yang relevan dengan politik hukum adalah diterbitkannya Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966.

Ketentuan Pasal 2 MPRS tersebut menyatakan bahwa sumber tertib hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan berlaku bagi pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Dalam ketetapan MPRS tersebut pula, dicanangkan struktur secara komprehensif dengan menjadikan Pancasila sebagai sumber tertib hukum Indonesia; Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum.


Ketetapan MPRS yang sama juga mengatur tata urutan peraturan, antara lain:

UUD 1945;

Ketetapan MPRS;

UU/ Peraturan Pemerintah Pengganti UU;

Peraturan Pemerintah;

Keputusan Presiden; dan

Peraturan pelaksana lainnya (Peraturan Menteri, Instruksi Menteri, dll).


Reformasi sejatinya dipandang sebagai tindakan koreksional terhadap pelanggaran orde baru yang ternyata menyimpang dari Konstitusi UUD 1945.

Di era ini, susunan tata hukum Indonesia semakin banyak dan beragam. Hal ini dipengaruhi oleh kebutuhan rakyat atas hukum yang semakin meningkat, adanya kompleksitas persoalan, dan target kerja DPR untuk menjalankan fungsi legislasi.

Selain perubahan tata hukum Indonesia, politik hukum di masa reformasi ini juga ikut berubah. Perubahannya mengarah kepada sistem hukum yang lebih terbuka dan demokratis.


Foto oleh cottonbro studio



Share:
Jasaview.id